Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

REVIEW BUKU#2 (2023) : KUKIRA AKU TAK SANGGUP JADI IBU

    

(Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi)

 Minggu ini menghabiskan buku yang aku taksir dari ulasan book reviewer, pikirku “sepertinya menarik, setidaknya aku bisa menghabiskan satu buku bulan ini”.

    Ya, buku itu berjudul “Kukira Tak Sanggup Jadi Ibu” tulisan dari Mawar Firdausi. Dari judul saja sepertinya banyak pertanyaan dan cukup menjadi penasaran bagi para perempuan termasuk aku. Bagaimana tidak, ada seorang perempuan yang menyangka bahwasanya dia ragu dengan kesanggupannya menjadi seorang ibu. Mungkin aku juga termasuk yang ragu-ragu dengan kemampuanku, “bisa nggak ya jadi ibu?”

    Mungkin sebagian orang berpendapat, jika perempuan pasti bisa menjadi seorang ibu. Dengan melepas masa lajang (menikah) kemudian mempunyai anak pasti menjadi seorang ibu. Bener nggak?

    Dalam buku yang mempunyai ketebalan 240 halaman, membahas 5 bagian yang setiap bagiannya mempunyai pembahasan yang sangat menarik. Dimana penulis memulai menceritakan kehidupan masa kecilnya yang jauh dari kata “tenang dan damai”. Dia merasa bahwa rumah adalah tempat ternyaman yang dimilikinya seperti anak-anak yang lain tapi kenyataanya rumah adalah tempat yang menakutkan. Ayahnya mempunyai gaya parenting yang berbeda, tentunya tidak sejalan dengan orang tuanya. Hampir setiap hari ada kata dan tindakan yang kurang mengenakkan dari ayahnya. Apalagi dengan usianya yang masih kecil dituntut untuk menjadi dewasa.

    Dengan berbagai kisah memilukan dari kecil hingga memasuki masa perkuliahan, selama itu dia mencoba untuk tetap berprestasi di luar rumah sehingga merasa masih banyak yang sayang dan cinta dengannya selain ayahnya.

    Rasa haus dengan kasih sayang laki-laki, sehingga membuatnya untuk mengambil keputusan mempunyai hubungan dengan laki-laki yang akan menemaninya sampai tua. Hari demi hari dia berdoa ternyata, dia bukan jodohnya. Setelah itu bertemulah dengan seorang laki-laki di agensi terjemahan, setelah kurang lebih dua tahun akhirnya memutuskan menikah di usia 23 tahun. Dimana rencana awalnya adalah lamaran, ternyata akad nikah dan resepsi di 3 bulan setelahnya.

    Memasuki fase pernikahan yang dibayangkan akan indah, dimana kehausannya selama ini bisa terobati dengan kasih sayang laki-laki ternyata harus diuji dengan merawat adik iparnya yang diabetes dan masa-masa menanti buah hati yang tak kunjung tiba.

“Menikah tanpa visi-misi, kami ibarat mendayung perahu tanpa peta. Kami juga tak punya panutan, jadi kami seperti mengarungi lautan di kegelapan. Banyak keputusan yang kami ambil secara gegabah dan terburu-buru. Buru-buru beli rumah, padahal uang belum cukup. Akhirnya dikejar debt collector. Buru-buru investasi tanpa riset, akhirnya beberapa kali ditipu. Ingin cepat punya anak, tetapi tak cukup ilmu. Kami berlayar tak tentu arah. Tanpa peta perahu kami pun tersesat di kegelapan.” Mawar Firdausi.

    Memang benar adanya purnama tidak selalu sendu, kebahagiaan pun datang dengan kehamilan anak pertama, tidak jauh dari situ kesedihan menghampiri dengan kematian adik iparnya. Suaminya seperti hilang arah. Selang 1 tahun lebih ternyata hamil anak kedua, setelah itu kesedihan muncul lagi dengan kematian ayah mertuanya, suaminya pun seperti hilang arah lagi. Sampai kehamilan keempatnya, yang sedari awal sudah diantisipasi ternyata memang manusia tidak bisa mendikte kemauan Allah SWT.

    Dengan hadirnya 4 anak dengan jarak yang berdekatan, tentu banyak sekali ujian silih berganti yang menjadikan penulis up and down. Mulai dari anak pertamanya yang didiagnosa autism, ADHD dan disleksia, anak ketiga yang tiba-tiba menjadi pendiam sejak kelahiran anak keempat karena mungkin adanya trauma saat mereka dirawat di rumah sakit dan penulis tiba-tiba mengeluarkan darah yang sangat banyak saat akan melahirkan anak keempat, dan anak keempatnya juga terdiagnosa ADHD.

(Sumber Gambar : Dokumentasi pribadi)

    Ujian juga datang dari bisnis yang mereka punya, tentunya tidak serta merta mulus. Sampai akhirnya pernikahan sampai di 12 tahun, dimana mereka juga akan dikaruniai anak kelima. Dimana penulis sudah mulai bangkit dan menerjemahkan kepahitan demi kepahitan yang dialaminya sejak kecil. Penulis juga manusia, yang tentunya sering merasa dan bertanya-tanya, “kenapa saya?”

“Allah begitu pengasih. Lalu, mengapa manusia begitu mudah menghakimi? Menyebut orang yang sedih dan terluka sebagai orang yang kurang bersyukur dan kurang ibadah? Mengapa jadi perempuan, terutama ibu, dipaksa untuk tangguh setiap waktu dan dilarang menangis? Bukankah semua emosi itu Allah yang beri? Kalau manusia tak boleh menangis, untuk apa Allah kasih air mata?” Mawar Firdausi.


(Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi)

    Perjalanan panjang itu membuatnya selalu mencari ilmu dengan mengikuti satu kegiatan ke kegiatan yang lain agar bisa menerapkan seni parenting sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Dia tidak mau masa kecilnya terulang kepada anak-anaknya.

    Jadi, dari buku ini aku ambil kesimpulan bahwa menjadi ibu itu tidak hanya ibu biologis yang hamil, menyusui dan melahirkan. Ketiganya memang berat di setiap fasenya, akan tetapi tanggung jawab pendidikan juga pasti berat karena tidak persoalan dunia tapi juga akhirat. Apalagi perjalanan menjadi ibu itu pasti up and down dengan ujian masing-masing. Maka perlu terus belajar agar bisa menjadi ibu yang ideologis juga. Dimana ibu mempunyai visi dan misi untuk keberlangsungan keluarga, dari pembentukan pernikahan (suami dan istri) dan anak-anak. Visi misi bisa didiskusikan dengan pasangan. Mungkin terkesan terlalu idealis, tapi kita bisa mencoba dengan hal-hal yang sederhana.

    Jadi, berat atau ringan menjadi ibu itu butuh persiapan yang baik. Bagi kamu yang belum menikah, persiapkan dengan baik dengan mengikuti kelas-kelas pranikah dan parenting. Jika sudah menikah belum atau sudah ada anak, tetap mencari ilmu untuk keharmonisan keluarga karena ilmu itu dinamis sesuai dengan zamannya.

    Bayangkan, jika setiap perempuan menulis kisah-kisahnya mulai saat menanti jodoh, menjelang pernikahan, pasca menikah, kehamilan dan kelahiran dari satu buah hati dan seterusnya. Berapa ribu cerita berharga yang ada di bumi dan layak untuk menjadi pedoman generasi penerus kita nanti. Nulis yuk!


IDENTITAS BUKU

Judul Buku     : Ku Kira Aku Tak Sanggup Jadi Ibu

Penulis     : Mawar Firdausi

Tahun Terbit     : 2023

Halaman     : 240 halaman

Harga Buku     : Rp. 115.000,00

Nomor ISBN     : 978-623-96632-8-5

Genre Buku : Parenting Motivation

Penerbit         : PT Linimasa Inspira

Profil Penulis     : Ibu dari 5 anak dengan jarak usia berdekatan (dua diantaranya ADHD), aktif berbagi pengalaman menjadi ibu, parenting motivation, dan anak berkebutuhan khusus di Instagram dan Tik Tok @mawarf6. Lulusan Sastra Inggris, Universitas Negeri Malang.

Jika kamu ingin punya juga bisa beli disini

 


Posting Komentar untuk "REVIEW BUKU#2 (2023) : KUKIRA AKU TAK SANGGUP JADI IBU"