PERANG SALIB
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
ketika pasukan Muslim mengalahkan Bizantium dalam Pertempuran
Yarmuk pada tahun 636, Palestina berada di bawah kendali Kekhalifahan Umayyah,
Abbasiyah, dan Fatimiyah. Hubungan politik, perdagangan, dan toleransi antara
negara-negara Arab dan Kristen Eropa mengalami pasang surut hingga tahun 1072,
ketika Fatimiyah kehilangan kendali atas Palestina dan beralih ke Kekaisaran
Seljuk Raya yang berkembang pesat. Kendati khalifah Fatimiyah Al-Hakim bi-Amr
Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus, penerusnya mengizinkan
Kekaisaran Bizantium untuk membangunnya kembali. Para
penguasa Muslim
mengizinkan peziarahan oleh umat Katolik ke tempat-tempat suci. Budaya dan keyakinan
hidup berdampingan dan saling bersaing, namun kondisi-kondisi daerah perbatasan
tidak bersahabat bagi para pedagang dan peziarah Katolik. Gangguan atas
peziarahan oleh karena penaklukan bangsa Turk Seljuk memicu dukungan bagi
Perang-perang Salib di Eropa Barat pada ke-11 M, di bawah pemerintahan kaum
Muslimin, Palestina merupakan kawasan yang tertib dan damai. Orang-orang
Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama. Kondisi ini tercipta sejak masa
Khalifah Umar bin Khattab (638 M) yang berhasil merebut daerah ini dari
kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Namun kedamaian itu seolah lenyap ditelan
bumi begitu Tentara Salib datang melakukan invasi.
B.
TUJUAN
PEMBUATAN MAKALAH
Makalah ini
dibuat bertujuan untuk:
a.
Mengetahui sebab perang salib.
b.
Faktor-Faktor terjadinya Perang
Salib.
c.
Periodesasi Perang Salib
d.
Mengetahui pengaruhnya perang salib
terhadap keuangan
e.
Mengetahui pengaruhnya perang salib
terhadap peradaban dan budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sebab-sebab Terjadinya
Perang Salib.
Peristiwa
penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa
manzikart, tahun 464 H (1071 M). Tentara Alp Arselan yang hana berkekuatan
15.000 prajurit, dalam hal ini mampu mengalahkan romawi yang berjumlah 200.000
orang terdiri dari tentara romawi, ghuz, al-akraj, al-hajr, perancis, dan
armenia.[1]
Sejarah Perang
Salib dimulai pada tahun 1095 yang melibatkan pasukan gereja yang disebut
crusader melawan pasukan Muslim hampir di seluruh bagian benua Eropa. Perang
Salib merupakan sebuah gerakan militer dari gereja Katolik Romawi dengan tujuan
merebut kembali akses bagi masyarakat kristen akan tanah suci di Jerusalem yang
dimulai pada sekitar tahun 1905 oleh Paus Urban II. Setelah Perang Salib
Pertama, terjadi perselisihan selama 200 tahun untuk menentukan siapa yang
berhak menduduki tanah suci, dengan 6 Perang Salib besar dan beberapa Perang
Salib kecil. Pada tahun 1291, konflik ini berakhir dengan runtuhnya benteng
milik pasukan Kristen di Acre dan setelahnya, pasukan Katolik Eropa tidak lagi
melakukan serangan ke arah timur. Beberapa sejarawan menganggap bahwa Perang
Salib merupakan sebuah perang bertahan dari sisi Gereja ketika menghadapi
pendudukan oleh Islam, beberapa menganggapnya sebagai konflik lainnya yang
terjadi di garis depan Eropa, dan yang lainnya melihat hal ini sebagai sebuah
ekspansi agresif dan percaya diri yang dilakukan oleh Kekristenan Barat.[2]
Ceritanya
bermula ketika orang-orang kekhalifahan Turki Utsmani merebut Anatolia (Asia
Kecil, sekarang termasuk wilayah Turki) dari kekuasaan Alexius I. Petinggi kaum
Kristen itu segera minta tolong kepada Paus Urbanus II, guna merebut kembali
wilayah itu dari cengkeraman kaum yang mereka sebut “orang kafir”.
Paus Urbanus
II segera memutuskan untuk mengadakan ekspedisi besar-besaran yang ambisius (27
November 1095). Tekad itu makin membara setelah Paus menerima laporan bahwa
Khalifah Abdul Hakim-yang menguasai Palestina saat itu-menaikkan pajak ziarah
ke Palestina bagi orang-orang Kristen Eropa.
Perang melawan
kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096 oleh Takhta Suci Roma.
Paus juga mengirim surat ke semua raja di seluruh Eropa untuk ikut serta.
Mereka dijanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta
surga bagi para ksatria yang mau berperang.
Paus juga
meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan-terdiri atas para uskup,
kepala biara, bangsawan, ksatria, dan rakyat sipil-untuk memberikan bantuan.
Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang bertikai segera bersatu padu untuk
mengambil alih tanah suci Palestina. Dari pertemuan terbuka itu ditetapkan juga
bahwa mereka akan pergi perang dengan memakai salib di pundak dan baju. Dari
sinilah bermula sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan
ekspedisi ini sebagai “Perang Demi Salib” untuk merebut tanah suci.
B.
Faktor-Faktor
terjadinya Perang Salib
Dinamakan
perang salib karena faktor agama yang lebih dominan, akan tetapi agama bukanlah
faktor utama dan yang terpenting, karena ada beberapa faktor yang menjadikan
perang salib terjadi. Adapun beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu
terjadinya perang salib adalah:
a.
Faktor agama
Pemerintah
bani saljuk yang berkuasa di yerussalem memperketat aturan ziarah bagi orang
kristen ke bait al-maqdis. Mereka terhambat untuk pergi ke bait al-maqdis. Oleh
karena itu, mereka bergerak untuk merebut kembali kebebasan mereka dan
menguasai Yerusalem yang dianggap sebagai holy land dari kekuasaan umat
Islam. Perang Salib merupakan ekspedisi spektakuler sebagai akibat tidak
langsung dari proses kebangkitan semangat religius yang melanda Eropa pada abad
X-XI M.
Perang Salib
merupakan salah satu upaya membela kepercayaan Kristen, meski tidak ditemukan
dalam kitab suci mereka. suatu perintah sebagai justifikasi dan legitimasi
pelaksanaan Perang Salib. Perang Salib diilhami oleh dua institusi Kristen,
yaitu ziarah ke tempat suci dan perang suci (holy war). Ziarah ke Bait
al-Maqdis untuk merebut kembali holy land sebagai tujuan jangka pendek,
sedangkan di balik pelaksanaan holy war terkandung misi ekspansi Dunia
Eropa ke Asia.[3]
b.
Faktor politik
konflik Timur-Barat merupakan konflik yang panjang
dalam sejarah. Antara Timur dan Barat telah beberapa kali terjadi
kontak-konfrontatif, misalnya ketika terjadi perang antara Trujah dan Parsi
pada zaman purba. Konflik tersebut berlangsung hingga zaman pertengahan dalam
bentuk konflik dua peradaban Besar, bahkan hingga zaman modern ini yaitu
konflik antara Barat dan Timur yang oleh sebahagaian pengamat dipandang sebagai
representasi dari konflik Islam-Kristen.[4]
Memasuki abad pertengahan, ketika umat Kristen melihat
wilayah mereka terancam oleh ekspansi Islam, bahkan Konstantinopel terancam
dari serangan Bani Saljuk, sebab wilayah di sekitar Asia kecil telah dikuasi
oleh mereka. Dalam keadaan seperti ini imperium Bizantium menggalang dukungan
segenap umat Kristen di daratan Eropa untuk mempertahankan imperiumnya.
Di samping itu, peristiwa kekalahan pasukan Armanus,
Raja Romawi, dari pasukan Bani Saljuk di bahwa pimpinan Alp Arselan (355-465
H/1063-1072 M) yang mengakibatkan Manzikart jatuh ke tangan kaum muslimin (464
H/1071 M), menjadi suatu trauma politis yang harus segera dibalas. Dalam pada
itu, muncul cita-cita di kalangan Kristen Eropa untuk mendirikan kerajaan
al-Masih di seluruh wilayah Timur dan menjadikan Timur sebagai zona Kristen.
Di sisi lain, tradisi mengembara dan bakat kemiliteran
suku Teutonia yang telah mengubah arah sejarah Eropa sejak penghancuran gereja Sepulchre
(gereja tempat dikuburnya Yesus) yang dilakukan oleh Khalifah al-Hakim dari
Fathimiyah (386-411 H/996-1020 M) pada tahun 1009. Jadi, dalam hal ini tampak
adanya dendam politik dari pihak Kristen-Eropa terhadap Islam. Faktor
Sosial-Ekonomi
Stratifikasi sosial masyrakat Eropa masyarakat terbagi
ke dalam tiga kelas, yaitu kaum gereja, aristokrat dan rakyat jelata. Rakyat
jelata merupakan kelompok mayoritas. Kehidupan mereka sangat hina dan
tertindas. Oleh karena itu seruan mobilisasi oleh pihak gereja untuk berpartisipasi
dalam perang suci dengan iming-iming akan mendapat kebebasan dan kesejahteraan
yang lebih baik disambut secara spontan, dan jaminan spritual bahwa memerangi
musuh adalah suatu hal yang terhormat dan mulia, mereka diampuni dosa-dosanya
sehingga apabila mati dalam peperangan adalah ‘pahlawan agama, dan langsung
masuk surga.
Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang sangat strategis prospektif bagi
sentra perdagangan, sebab sejak dahulu merupakan lalu lintas perdagangan yang
ramai. Oleh karena itu, menguasai wilayah tersebut akan sangat menguntungkan
sebab akan dijadikan sebagai pintu gerbang pengembangan perdagangan ke
wilayah-wilayah sekitarnya. Sejak abad X M, umat Islam menguasai jalur
perdagangan di laut Tengah. Para pedagang Pisa, Venesia dan Genoa merasa
terusik dengan kehadiran pasukan Islam sebagai penguasa jalur perdagangan
tersebut. Hal tersebut menimbulkan keinginan untuk menguasai wilayah tersebut.
3. Ambisi
pribadi Paus Gregory VII
Setelah jatuhnya Manzikert dan mengantisipasi ancaman
dari Bani Saljuk, pihak kaisar Byzantium mengajukan permohonan kepada Paus
Gregory VII dengan kesediaan menyatukan kembali gereja Yunani dengan gereja
Latin yang tunduk di bawah kewenangan Paus. Oleh karena itu Paus berupaya
mengkonsolidasikan kekuatan agar alam Masehi tunduk semua di bawah satu
pemerintahan agama yang dipimpin oleh Paus. Untuk merealisasikan hal tersebut,
maka diserukanlah peperangan guna menyapu-bersih umat Islam dari Palestina dan
menundukkan gereja-gereja di Timur. Dari sini tampak bahwa Paus berkeinginan
mempertahankan supremasinya sebagai pemegang kedaulatan umat Kristiani.[5]
C.
Periodesasi
Perang Salib
a.
Perang salib periode 1 (Masa
Penaklukan 1095-1144)
Pada tahun
1095 Paus Urbanus II di Roma menerima seorang utusan Kaisar Bizantium Alexius I
dari Konstantinopel yang mencari bantuan darurat untuk menghadapi ancaman
bangsa Turk. Paus tersebut bertindak segera dan melangsungkan suatu perang
salib dengan tujuan mengamankan akses menuju tempat-tempat suci. Sejarawan Paul
Everett Pierson mengatakan kalau ia juga "berharap bahwa jika para tentara
salib membantu Gereja Timur dengan mengalahkan bangsa Turk, Gereja akan bersatu
kembali di bawah kepemimpinannya. Karena terinsiprasi oleh khotbah Paus Urbanus
II, Peter sang Pertapa memimpin sebanyak 20.000 orang, sebagian besar petani,
menuju Tanah Suci tak lama setelah Paskah tahun 1096. Ketika mereka tiba di
Jerman pada musim semi tahun 1096, unit-unit tentara salib memulai pembantaian
Rhineland di kota Speyer, Worms, Mainz, dan Cologne, kendati ada upaya-upaya oleh
para uskup Katolik untuk melindungi orang-orang Yahudi. Para pemimpin utamanya
misalnya Emicho dan Peter sang Pertapa.
Bala tentara
salib yang resmi berangkat dari Perancis dan Italia pada bulan Agustus dan
September 1096. Sejumlah besar pasukan tersebut dibagi menjadi empat bagian,
yang mana melakukan perjalanan secara terpisah menuju KonstantinopelJika
memperhitungkan orang-orang selain pejuang, pasukan barat mungkin berjumlah
sebanyak 100.000 orang. Para pasukan tersebut melakukan perjalanan ke arah
timur lewat jalan darat menuju Konstantinopel, di mana mereka menerima sambutan
kehati-hatian dari sang Kaisar Bizantium. Pasukan utamanya, kebanyakan terdiri
dari kesatria Norman dan Perancis di bawah kepemimpinan para baron, berjanji
untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang hilang kepada kekaisaran tersebut dan
mereka berbaris menuju selatan melalui Anatolia. Para pemimpin Perang Salib
Pertama ini misalnya Godefroy dari Bouillon, Robert Curthose, Hugues I dari
Vermandois, Baudouin dari Boulogne, Tancred dari Hauteville, Raymond IV dari
Toulouse, Bohemond dari Taranto, Robert II dari Flandria, dan Étienne, Comte
Blois. Raja Perancis dan Heinrich IV, Kaisar Romawi Suci, saat itu sedang dalam
konflik dengan sang Paus dan tidak ikut berpartisipasi.
Kaum Yahudi
dan Muslim berjuang bersama-sama untuk mempertahankan Yerusalem dalam
menghadapi invasi kaum Franka itu, tetapi para tentara salib berhasil masuk ke
dalam kota tersebut pada tanggal 15 Juli 1099. Mereka mulai melakukan pembantaian
penduduk sipil Muslim dan Yahudi, serta menjarah atau menghancurkan masjid-masjid
atau kota itu sendiri. Sebagai akibat dari Perang Salib Pertama, tercipta empat
negara tentara salib yang utama: Edessa, Antiokhia, Tripoli, dan Yerusalem. Pada
suatu tingkatan populer, Perang Salib Pertama dianggap melepaskan suatu
gelombang amarah Katolik yang saleh dan emosional, yang mana diungkapkan dalam
pembantaian orang-orang Yahudi yang mengiringi perang-perang salib tersebut dan
perlakuan kejam atas kaum Kristen Ortodoks "skismatik" dari timur.[6]
b.
Perang salib periode
2 (Masa timbulnya reaksi umat Islam 1144-1192)
Periode ini
disebut dengan perang salib masa timbulnya reaksi umat Islam adalah jatuhnya
beberapa wilayah kekuasaan islam ke tangan kaum salib membangkitkan kaum
muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi mereka. Dibawah komando imaduddin
zangi, gubernur mosul, kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan
salib. Mereka juga berhasil merebut kembali allepo dan edessa pada tahun 1144
M.
Imaduddin
zangi wafat pada tahun 1146 M, posisinya digantikan oleh putranya, nuruddin
zangi. Dia ingin meneruskan cita-cita ayahnya yang ingin membebaskan
negara-negara islam di timur dari cengkraman kaum salib. Kota-kota yang
berhasil dibebaskan antara lain Damaskus pada tahun 1147 M, Antiolia pada tahun
1149 dan Mesir pada tahun 1169 M.
Pada perang
salib kedua ini Sholahuddin Al-Ayyubi (saladin) di Mesir yang berhasil
membebaskan baiulmakdis pada 2 Oktober 1187 M.[7]
Pasukan salib pada saat itu tidak bisa menaklukkan kairo dan damaskus karena
sudah dikuasai oleh shalahuddin Al-Ayyubi. Pada saat itu terjadi perang hatti
antara pasukan muslim yang dipimpin oleh shalahuddin Al-Ayubi. Pasukan muslim
terdiri atas 12000orang pasukan berkuda (kavaleri) sisanya adalah pasukan jalan
kaki (infanteri). Kavaleri pasukan muslim menunggangi kuda yaman yang gesit
dengan pakaian dari katun ringan untuk meminimalisir panas terik di padang
pasir. Mereka terorganisir dengan baik, berkomunikasi dengan bahasa arab.
Pasukan dibagi menjadi beberapa skuadron kecil dengan menggunakan taktik hit
and run.[8]
Pasukan salib
terdiri atas tiga bagian. Bagian depan pasukan adalah pasukan Hospitaler, bagian
tengah adalah batalyon kerajaan yang dipimpin Guy de Lusignan yang juga membawa
Salib besar sebagai lambang kerajaan. Bagian belakang adalah pasukan ordo
Knight Templar yang dipimpin Balian dari Ibelin. Bahasa yang mereka gunakan
bercampur antara bahasa Inggris, Perancis dan beberapa bahasa eropa lainnya.
Seperti umumnya tentara Eropa mereka menggunakan baju zirah dari besi yang
berat, yang sebetulnya tidak cocok digunakan di perang padang
pasir.Salahudin memanfaatkan celah-celah ini. Malam harinya pasukan
muslimin membakar rumput kering disekeliling pasukan Salib yang sudah sangat
kepanasan dan kehausan. Besok paginya Salahudin membagikan anak panah tambahan
pada pasukan kavalerinya untuk membabat habis kuda tunggangan musuh. Tanpa kuda
dan payah kepanasan, pasukan salib menjadi jauh berkurang kekuatannya. Saat
peperangan berlangsung dengan kondisi suhu yang panas hampir semua pasukan
salib tewas. Raja Yerussalem Guy de Lusignan berhasil ditawan sedangkan
Reginald de Chattilon yang pernah membantai khalifah kaum muslimin langsung
dipancung. Kepada Raja Guy, Salahudin memperlakukan dengan baik dan dibebaskan
dengan tebusan beberapa tahun kemudian.
Ketika
peperangan hattin telah usai saladin bergerak menuju yerussalem. Pada saat
apapun saladin selalu menggunakan jalur diplomasi, tidak langsung peperangan.
Saladin kembali menampilkan sifat adilnya dengan membersihkan Masjid Al-Aqhsa
dan Masjid Umar bin Khattab tetapi untuk gereja makam suci tetap dibuka serta
umat kristiani diberkan kebebasan untuk beribadah didalamnya. Shalahuddin
Al-Ayyubi berkata : Muslim yang baik harus memuliakan tempat iabadah yang
lain.” Sangat kontras dengan yang dilakukan para pasukan salib di awal
penaklukan Kota Yerussalaem digenangi darah dan mayat dari penduduk muslim yang
dibantai. Sikap shalahuddin yang pemaaf dan murah hati disertai ketegasan
adalah contoh kebaikan bagi seluruh alam yang diperintahkan ajaran Islam.
c. Perang Salib Periode III
(1193-1291 M)
Perang salib periode 3 ini dikenal dengan periode perang
saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam pasukan salib. Hal ini
disebabkan oleh ambisi politik untuk untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu
yang bersifat materealistik daripada motivasi agama.
Dalam periode ini muncul pahlawan wanita yaitu syajar
Ad-Durr yang terkenal gagah berani. Pahlawan wanita ini berhasil menghancurkan
pasukan raja louis IX dari perancis sekaligus menangkap raja tersebut. Syajar
Ad-Durr juga mampu menunjukkan kebesaran islam dengan membebaskan dan
mengizinkan Raja Louis IX Kembali ke negerinya.[9]
D.
Pengaruhnya
perang salib terhadap Keuangan.
Perang-perang
salib menghabiskan banyak biaya, seiring dengan bertambah banyaknya perang,
biayanya semakin meningkat. Paus Urbanus II meminta kaum kaya untuk membantu
para lord Perang Salib Pertama, seperti Adipati Robert dari Normandia dan Comte
Raymond dari St. Gilles, yang mensubsidi para ksatria dalam pasukan mereka.
Total biaya yang dikeluarkan Raja Louis IX dari Perancis selama perang-perang
salib tahun 1284–1285 diperkirakan 1.537.570 livre, yakni enam kali penghasilan
tahunan sang raja. Ini mungkin konservatif, sebab catatan-catatan menunjukkan
bahwa Louis menghabiskan 1.000.000 livre di Palestina setelah kampanye
Mesir. Para pemimpin perang meminta subsidi dari para subjek mereka, dan derma
serta hibah yang dimintakan saat penaklukan Palestina merupakan sumber-sumber penghasilan
tambahan. Para paus memerintahkan supaya kotak-kotak kolekte ditempatkan di
gereja-gereja.
E. Pengaruhnya perang salib
terhadap Peradaban dan Budaya
Beberpa pengaruh perang salib terhadap
kehidupan pada saat itu adalah:
1. Peran perempuan
Kaum perempuan terkait erat dengan
Perang-perang salib; mereka membantu dalam perekrutan, mengambil alih tanggung
jawab para tentara salib dalam ketidakhadiran mereka, juga menyediakan dukungan
moral dan keuangan. Para sejarawan berpendapat bahwa peranan paling signifikan
yang dimainkan oleh kaum perempuan di Barat adalah mempertahankan status quo.
Para pemilik lahan yang pergi ke Tanah Suci meninggalkan kendali atas properti
mereka kepada para pengawas yang mana seringkali merupakan para istri atau ibu
mereka. Karena Gereja menyadari adanya risiko terhadap keluarga dan properti
yang mungkin melemahkan semangat para tentara salib, perlindungan khusus dari
kepausan merupakan suatu hak istimewa dalam praktik perang salib.
Sejumlah perempuan aristokrat
berpartisipasi dalam perang-perang salib, misalnya Aliénor dari Aquitaine (yang
bergabung dengan suaminya, Louis VII).Perempuan non-aristokrat juga melayani
dalam posisi-posisi seperti tukang cuci. Yang lebih kontroversial adalah kaum
perempuan yang mengambil peranan aktif (bertentangan dengan feminitas mereka);
laporan-laporan tentang kaum perempuan yang ikut bertempur terutama diceritakan
oleh para sejarawan Muslim, yang mana menggambarkan kaum perempuan Kristen yang
membunuh secara kejam dan amoral.[10]
2. Seni
kebudayaan Islam pada abad pertengahan
mempengaruhi kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur
bangunan yang meniru arsitektur gereja di Armenia dan bangunan pada masa Bani
Saljuk. Juga model-model arsitektur Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur
yang lahir di Eropa Barat yang bersumber dari dunia Islam.
3. Gerakan
eksplorasi
Perang Salib
memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada ditemukannya
benua Amerika dan rute perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung Harapan.
Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk melakukan
penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan upaya
negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur,
termasuk Indonesia.[11]
4. Adat istiadat
Orang Eropa Barat yang berada di
Timur mengadopsi adat istiadat setempat, memandang diri mereka sebagai warga
dari rumah baru mereka dan terjadi perkawinan campur. Selain ini juga Perang-perang
Salib pada saat itu mempengaruhi sikap Gereja Barat terhadap peperangan;
panggilan secara rutin untuk melangsungkan perang salib dikatakan membiasakan
para klerus terhadap tindak kekerasan.
5. Bidang
militer.
Dunia barat menemukan persenjataan
dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya.
Seperti penggunaan bahan-bahan eledak untuk melontarkan peluru, pertarungan
senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk kepentingan
informasi militer dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi
semangat kepada militer di medan perang.
6.
Bidang perindustrian
Mereka menemukan kain tenun dan peralatannya
di dunia Islam, kemudian membawa ke negerinya, seperti kain muslim, satin, dan
damas. Mereka juga menemukan berbagai parfum, kemenyan, dan getah Arab yang
dapat mengharumkan ruangan.
7.
Sistem pertanian.
Dunia barat baru mengenali pertanian dari
negara timur (Islam), seperti model irigasi yang praktis, jenis tumbuh-tumbuhan
dan buah-buahan yang beraneka ragam, termasuk menemukan gula.
8.
Hubungan perniagaan
Hubungan
perniagaan dengan negara timur (Islam) menyebabkan mereka menggunakan mata uang
sebagai tukar barang, yang sebelumnya mereka menggunakan sistem barter.
9.
Ilmu astronomi.
Ilmu
ini berkembang di abad ke-9 di dunia islam, yang mempengaruhi lahirnya berbagai
observatorium di dunia barat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Sebab-sebab terjadinya perang salib
adalah sebagai berikut:
a.
Perang salib terjadi karena adanya
konflik lama antara Timur dengan Barat, dalam hal ini antara orang Islam dengan
orang-orang Kristen.
b.
Yerussalem dan palestina berada
dibawah kekuasaan turki, idak jarang para jemaah Kristen mendapat perlakuan
yang tidak baik dan dirampok. Informasi mengenai perlakuan demikian cenderung
berkembang dan secara berlebihan sehingga menimbulkan reaksi keras orang
Kristen di seluruh dunia.
c.
Eropa Kristen ditandai dengan
kekacauan feodalisme. Raja dan pangeran terlibat perang satu sama lain.
Sehubungan dengan itu, orang Kristen dengan dukungan Paus berusaha memanfaatkan
semangat perang internal agama menjadi perang antar agama-agama. Dalam hal ini
semangat perang orang Kristen disalurkan untuk memerangi orang Islam.
2. Perang salib
terdiri dari 3 faktor, diantaranya adalah agama, politik dan Ambisi pribadi Paus Gregory VII.
3. Perang salib dibagi menjadi tiga periode, diantaranya
adalah :
a.
Perang
salib periode 1 (Masa Penaklukan 1095-1144)
b.
Perang
salib periode 2 (Masa timbulnya reaksi umat Islam 1144-1192)
c.
Perang
Salib Periode III (1193-1291 M)
4.
Perang salib berpengaruh terhadap
keuangan. Perang ini menghabiskan banyak anggaran karena terjadi berkali-kali.
Paus urbanus II juga mencari bantuan dari beberapa orang yang dianggap mampu.
5.
Perang salib mempunyai beberapa
pengaruh terhadap peradaban dan budaya, diantaranya adalah :
a.
Peran perempuan.
b.
Bidang seni
c.
Gerakan eksplorasi
d.
Adat istiadat
e.
Bidang militer
f.
Bidang perindustrian.
g.
Sistem pertanian
h.
Hubungan perniagaan.
i.
Ilmu astronomi.
DAFTAR PUSTAKA
Permana, Indra. Shalahuddin
Al-Ayyubi Sang Legenda Perang Salib diakses pada tanggal 10 November 2016
dari http://indraazzikra.blogspot.co.id/p/salahudin-al-ayyubi-sang-legenda-perang.html Supriyadi, Dedi.2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung:
Pustaka Setia
Yatim, Badri.2001.
Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Sejarah perang
salib, diakses dari
www.perangsalib204.htm pada
tanggal 10 November 2016
Diakses dari
http://www.referensimakalah.com/2011/08/latar-belakang-dan-faktor-faktor_7856.html
pada tanggal 10 November 2016
www.wikipediaPerangSalib.com
diakses pada tanggal 10 November 2016
Dampak Perang
Salib terhadap Dunia Islam diakses dari
http://www.tongkronganislami.net/2016/04/dampak-perang-salib-terhadap-dunia-islam.html
pada tanggal 10 November 2016
[1]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam
(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001), hal 76
[3]
Diakses dari http://www.referensimakalah.com/2011/08/latar-belakang-dan-faktor-faktor_7856.html
pada tanggal 10 November 2016
[4]
Diakses dari http://www.referensimakalah.com/2011/08/latar-belakang-dan-faktor-faktor_7856.html
pada tanggal 10 November 2016
[5]
Diakses dari http://www.referensimakalah.com/2011/08/latar-belakang-dan-faktor-faktor_7856.html
pada tanggal 10 November 2016
[6]
www.wikipediaPerangSalib.com diakses pada
tanggal 10 November 2016
[7]
Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 173
[8]
Indra Permana, Shalahuddin Al-Ayyubi Sang
Legenda Perang Salib diakses pada tanggal 10 November 2016 dari http://indraazzikra.blogspot.co.id/p/salahudin-al-ayyubi-sang-legenda-perang.html
[9] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung
: Pustaka Setia, 2008), hal. 174
[10]
www.wikipediaPerangSalib.com diakses pada
tanggal 10 November 2016
[11] Dampak Perang Salib terhadap Dunia Islam
diakses dari http://www.tongkronganislami.net/2016/04/dampak-perang-salib-terhadap-dunia-islam.html
pada tanggal 10 November 2016
Posting Komentar untuk "PERANG SALIB"