Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERANG SALIB



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
ketika pasukan Muslim mengalahkan Bizantium dalam Pertempuran Yarmuk pada tahun 636, Palestina berada di bawah kendali Kekhalifahan Umayyah, Abbasiyah, dan Fatimiyah. Hubungan politik, perdagangan, dan toleransi antara negara-negara Arab dan Kristen Eropa mengalami pasang surut hingga tahun 1072, ketika Fatimiyah kehilangan kendali atas Palestina dan beralih ke Kekaisaran Seljuk Raya yang berkembang pesat. Kendati khalifah Fatimiyah Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus, penerusnya mengizinkan Kekaisaran Bizantium untuk membangunnya kembali. Para
penguasa Muslim mengizinkan peziarahan oleh umat Katolik ke tempat-tempat suci. Budaya dan keyakinan hidup berdampingan dan saling bersaing, namun kondisi-kondisi daerah perbatasan tidak bersahabat bagi para pedagang dan peziarah Katolik. Gangguan atas peziarahan oleh karena penaklukan bangsa Turk Seljuk memicu dukungan bagi Perang-perang Salib di Eropa Barat pada ke-11 M, di bawah pemerintahan kaum Muslimin, Palestina merupakan kawasan yang tertib dan damai. Orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama. Kondisi ini tercipta sejak masa Khalifah Umar bin Khattab (638 M) yang berhasil merebut daerah ini dari kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Namun kedamaian itu seolah lenyap ditelan bumi begitu Tentara Salib datang melakukan invasi.

B.     TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Makalah ini dibuat bertujuan untuk:
a.       Mengetahui sebab  perang salib.
b.      Faktor-Faktor terjadinya Perang Salib.
c.       Periodesasi Perang Salib
d.      Mengetahui pengaruhnya perang salib terhadap keuangan
e.       Mengetahui pengaruhnya perang salib terhadap peradaban dan budaya.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sebab-sebab Terjadinya Perang Salib.
Peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa manzikart, tahun 464 H (1071 M). Tentara Alp Arselan yang hana berkekuatan 15.000 prajurit, dalam hal ini mampu mengalahkan romawi yang berjumlah 200.000 orang terdiri dari tentara romawi, ghuz, al-akraj, al-hajr, perancis, dan armenia.[1]
Sejarah Perang Salib dimulai pada tahun 1095 yang melibatkan pasukan gereja yang disebut crusader melawan pasukan Muslim hampir di seluruh bagian benua Eropa. Perang Salib merupakan sebuah gerakan militer dari gereja Katolik Romawi dengan tujuan merebut kembali akses bagi masyarakat kristen akan tanah suci di Jerusalem yang dimulai pada sekitar tahun 1905 oleh Paus Urban II. Setelah Perang Salib Pertama, terjadi perselisihan selama 200 tahun untuk menentukan siapa yang berhak menduduki tanah suci, dengan 6 Perang Salib besar dan beberapa Perang Salib kecil. Pada tahun 1291, konflik ini berakhir dengan runtuhnya benteng milik pasukan Kristen di Acre dan setelahnya, pasukan Katolik Eropa tidak lagi melakukan serangan ke arah timur. Beberapa sejarawan menganggap bahwa Perang Salib merupakan sebuah perang bertahan dari sisi Gereja ketika menghadapi pendudukan oleh Islam, beberapa menganggapnya sebagai konflik lainnya yang terjadi di garis depan Eropa, dan yang lainnya melihat hal ini sebagai sebuah ekspansi agresif dan percaya diri yang dilakukan oleh Kekristenan Barat.[2]
Ceritanya bermula ketika orang-orang kekhalifahan Turki Utsmani merebut Anatolia (Asia Kecil, sekarang termasuk wilayah Turki) dari kekuasaan Alexius I. Petinggi kaum Kristen itu segera minta tolong kepada Paus Urbanus II, guna merebut kembali wilayah itu dari cengkeraman kaum yang mereka sebut “orang kafir”.
Paus Urbanus II segera memutuskan untuk mengadakan ekspedisi besar-besaran yang ambisius (27 November 1095). Tekad itu makin membara setelah Paus menerima laporan bahwa Khalifah Abdul Hakim-yang menguasai Palestina saat itu-menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi orang-orang Kristen Eropa.
Perang melawan kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096 oleh Takhta Suci Roma. Paus juga mengirim surat ke semua raja di seluruh Eropa untuk ikut serta. Mereka dijanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.
Paus juga meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan-terdiri atas para uskup, kepala biara, bangsawan, ksatria, dan rakyat sipil-untuk memberikan bantuan. Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang bertikai segera bersatu padu untuk mengambil alih tanah suci Palestina. Dari pertemuan terbuka itu ditetapkan juga bahwa mereka akan pergi perang dengan memakai salib di pundak dan baju. Dari sinilah bermula sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan ekspedisi ini sebagai “Perang Demi Salib” untuk merebut tanah suci.

B.  Faktor-Faktor terjadinya Perang Salib
Dinamakan perang salib karena faktor agama yang lebih dominan, akan tetapi agama bukanlah faktor utama dan yang terpenting, karena ada beberapa faktor yang menjadikan perang salib terjadi. Adapun beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu terjadinya perang salib adalah:
a.    Faktor agama
Pemerintah bani saljuk yang berkuasa di yerussalem memperketat aturan ziarah bagi orang kristen ke bait al-maqdis. Mereka terhambat untuk pergi ke bait al-maqdis. Oleh karena itu, mereka bergerak untuk merebut kembali kebebasan mereka dan menguasai Yerusalem yang dianggap sebagai holy land dari kekuasaan umat Islam. Perang Salib merupakan ekspedisi spektakuler sebagai akibat tidak langsung dari proses kebangkitan semangat religius yang melanda Eropa pada abad X-XI M.
Perang Salib merupakan salah satu upaya membela kepercayaan Kristen, meski tidak ditemukan dalam kitab suci mereka. suatu perintah sebagai justifikasi dan legitimasi pelaksanaan Perang Salib. Perang Salib diilhami oleh dua institusi Kristen, yaitu ziarah ke tempat suci dan perang suci (holy war). Ziarah ke Bait al-Maqdis untuk merebut kembali holy land sebagai tujuan jangka pendek, sedangkan di balik pelaksanaan holy war terkandung misi ekspansi Dunia Eropa ke Asia.[3]
b.    Faktor politik
konflik Timur-Barat merupakan konflik yang panjang dalam sejarah. Antara Timur dan Barat telah beberapa kali terjadi kontak-konfrontatif, misalnya ketika terjadi perang antara Trujah dan Parsi pada zaman purba. Konflik tersebut berlangsung hingga zaman pertengahan dalam bentuk konflik dua peradaban Besar, bahkan hingga zaman modern ini yaitu konflik antara Barat dan Timur yang oleh sebahagaian pengamat dipandang sebagai representasi dari konflik Islam-Kristen.[4]
Memasuki abad pertengahan, ketika umat Kristen melihat wilayah mereka terancam oleh ekspansi Islam, bahkan Konstantinopel terancam dari serangan Bani Saljuk, sebab wilayah di sekitar Asia kecil telah dikuasi oleh mereka. Dalam keadaan seperti ini imperium Bizantium menggalang dukungan segenap umat Kristen di daratan Eropa untuk mempertahankan imperiumnya.
Di samping itu, peristiwa kekalahan pasukan Armanus, Raja Romawi, dari pasukan Bani Saljuk di bahwa pimpinan Alp Arselan (355-465 H/1063-1072 M) yang mengakibatkan Manzikart jatuh ke tangan kaum muslimin (464 H/1071 M), menjadi suatu trauma politis yang harus segera dibalas. Dalam pada itu, muncul cita-cita di kalangan Kristen Eropa untuk mendirikan kerajaan al-Masih di seluruh wilayah Timur dan menjadikan Timur sebagai zona Kristen.
Di sisi lain, tradisi mengembara dan bakat kemiliteran suku Teutonia yang telah mengubah arah sejarah Eropa sejak penghancuran gereja Sepulchre (gereja tempat dikuburnya Yesus) yang dilakukan oleh Khalifah al-Hakim dari Fathimiyah (386-411 H/996-1020 M) pada tahun 1009. Jadi, dalam hal ini tampak adanya dendam politik dari pihak Kristen-Eropa terhadap Islam. Faktor Sosial-Ekonomi
Stratifikasi sosial masyrakat Eropa masyarakat terbagi ke dalam tiga kelas, yaitu kaum gereja, aristokrat dan rakyat jelata. Rakyat jelata merupakan kelompok mayoritas. Kehidupan mereka sangat hina dan tertindas. Oleh karena itu seruan mobilisasi oleh pihak gereja untuk berpartisipasi dalam perang suci dengan iming-iming akan mendapat kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik disambut secara spontan, dan jaminan spritual bahwa memerangi musuh adalah suatu hal yang terhormat dan mulia, mereka diampuni dosa-dosanya sehingga apabila mati dalam peperangan adalah ‘pahlawan agama, dan langsung masuk surga.
Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang sangat strategis prospektif bagi sentra perdagangan, sebab sejak dahulu merupakan lalu lintas perdagangan yang ramai. Oleh karena itu, menguasai wilayah tersebut akan sangat menguntungkan sebab akan dijadikan sebagai pintu gerbang pengembangan perdagangan ke wilayah-wilayah sekitarnya. Sejak abad X M, umat Islam menguasai jalur perdagangan di laut Tengah. Para pedagang Pisa, Venesia dan Genoa merasa terusik dengan kehadiran pasukan Islam sebagai penguasa jalur perdagangan tersebut. Hal tersebut menimbulkan keinginan untuk menguasai wilayah tersebut.
3. Ambisi pribadi Paus Gregory VII
Setelah jatuhnya Manzikert dan mengantisipasi ancaman dari Bani Saljuk, pihak kaisar Byzantium mengajukan permohonan kepada Paus Gregory VII dengan kesediaan menyatukan kembali gereja Yunani dengan gereja Latin yang tunduk di bawah kewenangan Paus. Oleh karena itu Paus berupaya mengkonsolidasikan kekuatan agar alam Masehi tunduk semua di bawah satu pemerintahan agama yang dipimpin oleh Paus. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka diserukanlah peperangan guna menyapu-bersih umat Islam dari Palestina dan menundukkan gereja-gereja di Timur. Dari sini tampak bahwa Paus berkeinginan mempertahankan supremasinya sebagai pemegang kedaulatan umat Kristiani.[5]
C.  Periodesasi Perang Salib
a.    Perang salib periode 1 (Masa Penaklukan 1095-1144)
Pada tahun 1095 Paus Urbanus II di Roma menerima seorang utusan Kaisar Bizantium Alexius I dari Konstantinopel yang mencari bantuan darurat untuk menghadapi ancaman bangsa Turk. Paus tersebut bertindak segera dan melangsungkan suatu perang salib dengan tujuan mengamankan akses menuju tempat-tempat suci. Sejarawan Paul Everett Pierson mengatakan kalau ia juga "berharap bahwa jika para tentara salib membantu Gereja Timur dengan mengalahkan bangsa Turk, Gereja akan bersatu kembali di bawah kepemimpinannya. Karena terinsiprasi oleh khotbah Paus Urbanus II, Peter sang Pertapa memimpin sebanyak 20.000 orang, sebagian besar petani, menuju Tanah Suci tak lama setelah Paskah tahun 1096. Ketika mereka tiba di Jerman pada musim semi tahun 1096, unit-unit tentara salib memulai pembantaian Rhineland di kota Speyer, Worms, Mainz, dan Cologne, kendati ada upaya-upaya oleh para uskup Katolik untuk melindungi orang-orang Yahudi. Para pemimpin utamanya misalnya Emicho dan Peter sang Pertapa.
Bala tentara salib yang resmi berangkat dari Perancis dan Italia pada bulan Agustus dan September 1096. Sejumlah besar pasukan tersebut dibagi menjadi empat bagian, yang mana melakukan perjalanan secara terpisah menuju KonstantinopelJika memperhitungkan orang-orang selain pejuang, pasukan barat mungkin berjumlah sebanyak 100.000 orang. Para pasukan tersebut melakukan perjalanan ke arah timur lewat jalan darat menuju Konstantinopel, di mana mereka menerima sambutan kehati-hatian dari sang Kaisar Bizantium. Pasukan utamanya, kebanyakan terdiri dari kesatria Norman dan Perancis di bawah kepemimpinan para baron, berjanji untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang hilang kepada kekaisaran tersebut dan mereka berbaris menuju selatan melalui Anatolia. Para pemimpin Perang Salib Pertama ini misalnya Godefroy dari Bouillon, Robert Curthose, Hugues I dari Vermandois, Baudouin dari Boulogne, Tancred dari Hauteville, Raymond IV dari Toulouse, Bohemond dari Taranto, Robert II dari Flandria, dan Étienne, Comte Blois. Raja Perancis dan Heinrich IV, Kaisar Romawi Suci, saat itu sedang dalam konflik dengan sang Paus dan tidak ikut berpartisipasi.
Kaum Yahudi dan Muslim berjuang bersama-sama untuk mempertahankan Yerusalem dalam menghadapi invasi kaum Franka itu, tetapi para tentara salib berhasil masuk ke dalam kota tersebut pada tanggal 15 Juli 1099. Mereka mulai melakukan pembantaian penduduk sipil Muslim dan Yahudi, serta menjarah atau menghancurkan masjid-masjid atau kota itu sendiri. Sebagai akibat dari Perang Salib Pertama, tercipta empat negara tentara salib yang utama: Edessa, Antiokhia, Tripoli, dan Yerusalem. Pada suatu tingkatan populer, Perang Salib Pertama dianggap melepaskan suatu gelombang amarah Katolik yang saleh dan emosional, yang mana diungkapkan dalam pembantaian orang-orang Yahudi yang mengiringi perang-perang salib tersebut dan perlakuan kejam atas kaum Kristen Ortodoks "skismatik" dari timur.[6]
b.   Perang salib periode 2 (Masa timbulnya reaksi umat Islam 1144-1192)
Periode ini disebut dengan perang salib masa timbulnya reaksi umat Islam adalah jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan islam ke tangan kaum salib membangkitkan kaum muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi mereka. Dibawah komando imaduddin zangi, gubernur mosul, kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan salib. Mereka juga berhasil merebut kembali allepo dan edessa pada tahun 1144 M.
Imaduddin zangi wafat pada tahun 1146 M, posisinya digantikan oleh putranya, nuruddin zangi. Dia ingin meneruskan cita-cita ayahnya yang ingin membebaskan negara-negara islam di timur dari cengkraman kaum salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskan antara lain Damaskus pada tahun 1147 M, Antiolia pada tahun 1149 dan Mesir pada tahun 1169 M.
Pada perang salib kedua ini Sholahuddin Al-Ayyubi (saladin) di Mesir yang berhasil membebaskan baiulmakdis pada 2 Oktober 1187 M.[7] Pasukan salib pada saat itu tidak bisa menaklukkan kairo dan damaskus karena sudah dikuasai oleh shalahuddin Al-Ayyubi. Pada saat itu terjadi perang hatti antara pasukan muslim yang dipimpin oleh shalahuddin Al-Ayubi. Pasukan muslim terdiri atas 12000orang pasukan berkuda (kavaleri) sisanya adalah pasukan jalan kaki (infanteri). Kavaleri pasukan muslim menunggangi kuda yaman yang gesit dengan pakaian dari katun ringan untuk meminimalisir panas terik di padang pasir. Mereka terorganisir dengan baik, berkomunikasi dengan bahasa arab. Pasukan dibagi menjadi beberapa skuadron kecil dengan menggunakan taktik hit and run.[8]
Pasukan salib terdiri atas tiga bagian. Bagian depan pasukan adalah pasukan Hospitaler, bagian tengah adalah batalyon kerajaan yang dipimpin Guy de Lusignan yang juga membawa Salib besar sebagai lambang kerajaan. Bagian belakang adalah pasukan ordo Knight Templar yang dipimpin Balian dari Ibelin. Bahasa yang mereka gunakan bercampur antara bahasa Inggris, Perancis dan beberapa bahasa eropa lainnya. Seperti umumnya tentara Eropa mereka menggunakan baju zirah dari besi yang berat, yang sebetulnya tidak cocok digunakan di perang padang pasir.Salahudin  memanfaatkan celah-celah ini. Malam harinya pasukan muslimin membakar rumput kering disekeliling pasukan Salib yang sudah sangat kepanasan dan kehausan. Besok paginya Salahudin membagikan anak panah tambahan pada pasukan kavalerinya untuk membabat habis kuda tunggangan musuh. Tanpa kuda dan payah kepanasan, pasukan salib menjadi jauh berkurang kekuatannya. Saat peperangan berlangsung dengan kondisi suhu yang panas hampir semua pasukan salib tewas. Raja Yerussalem Guy de Lusignan berhasil ditawan sedangkan Reginald de Chattilon yang pernah membantai khalifah kaum muslimin langsung dipancung. Kepada Raja Guy, Salahudin memperlakukan dengan baik dan dibebaskan dengan tebusan beberapa tahun kemudian.
Ketika peperangan hattin telah usai saladin bergerak menuju yerussalem. Pada saat apapun saladin selalu menggunakan jalur diplomasi, tidak langsung peperangan. Saladin kembali menampilkan sifat adilnya dengan membersihkan Masjid Al-Aqhsa dan Masjid Umar bin Khattab tetapi untuk gereja makam suci tetap dibuka serta umat kristiani diberkan kebebasan untuk beribadah didalamnya. Shalahuddin Al-Ayyubi berkata : Muslim yang baik harus memuliakan tempat iabadah yang lain.” Sangat kontras dengan yang dilakukan para pasukan salib di awal penaklukan Kota Yerussalaem digenangi darah dan mayat dari penduduk muslim yang dibantai. Sikap shalahuddin yang pemaaf dan murah hati disertai ketegasan adalah contoh kebaikan bagi seluruh alam yang diperintahkan ajaran Islam.
c.   Perang Salib Periode III (1193-1291 M)
Perang salib periode 3 ini dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam pasukan salib. Hal ini disebabkan oleh ambisi politik untuk untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat materealistik daripada motivasi agama.
Dalam periode ini muncul pahlawan wanita yaitu syajar Ad-Durr yang terkenal gagah berani. Pahlawan wanita ini berhasil menghancurkan pasukan raja louis IX dari perancis sekaligus menangkap raja tersebut. Syajar Ad-Durr juga mampu menunjukkan kebesaran islam dengan membebaskan dan mengizinkan Raja Louis IX Kembali ke negerinya.[9]

D.  Pengaruhnya perang salib terhadap Keuangan.
Perang-perang salib menghabiskan banyak biaya, seiring dengan bertambah banyaknya perang, biayanya semakin meningkat. Paus Urbanus II meminta kaum kaya untuk membantu para lord Perang Salib Pertama, seperti Adipati Robert dari Normandia dan Comte Raymond dari St. Gilles, yang mensubsidi para ksatria dalam pasukan mereka. Total biaya yang dikeluarkan Raja Louis IX dari Perancis selama perang-perang salib tahun 1284–1285 diperkirakan 1.537.570 livre, yakni enam kali penghasilan tahunan sang raja. Ini mungkin konservatif, sebab catatan-catatan menunjukkan bahwa Louis menghabiskan 1.000.000 livre di Palestina setelah kampanye Mesir. Para pemimpin perang meminta subsidi dari para subjek mereka, dan derma serta hibah yang dimintakan saat penaklukan Palestina merupakan sumber-sumber penghasilan tambahan. Para paus memerintahkan supaya kotak-kotak kolekte ditempatkan di gereja-gereja.

E.  Pengaruhnya perang salib terhadap Peradaban dan Budaya
Beberpa pengaruh perang salib terhadap kehidupan pada saat itu adalah:
1.      Peran perempuan
Kaum perempuan terkait erat dengan Perang-perang salib; mereka membantu dalam perekrutan, mengambil alih tanggung jawab para tentara salib dalam ketidakhadiran mereka, juga menyediakan dukungan moral dan keuangan. Para sejarawan berpendapat bahwa peranan paling signifikan yang dimainkan oleh kaum perempuan di Barat adalah mempertahankan status quo. Para pemilik lahan yang pergi ke Tanah Suci meninggalkan kendali atas properti mereka kepada para pengawas yang mana seringkali merupakan para istri atau ibu mereka. Karena Gereja menyadari adanya risiko terhadap keluarga dan properti yang mungkin melemahkan semangat para tentara salib, perlindungan khusus dari kepausan merupakan suatu hak istimewa dalam praktik perang salib.
Sejumlah perempuan aristokrat berpartisipasi dalam perang-perang salib, misalnya Aliénor dari Aquitaine (yang bergabung dengan suaminya, Louis VII).Perempuan non-aristokrat juga melayani dalam posisi-posisi seperti tukang cuci. Yang lebih kontroversial adalah kaum perempuan yang mengambil peranan aktif (bertentangan dengan feminitas mereka); laporan-laporan tentang kaum perempuan yang ikut bertempur terutama diceritakan oleh para sejarawan Muslim, yang mana menggambarkan kaum perempuan Kristen yang membunuh secara kejam dan amoral.[10]
2.      Seni
kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang meniru arsitektur gereja di Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga model-model arsitektur Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang bersumber dari dunia Islam.
3.      Gerakan eksplorasi
Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada ditemukannya benua Amerika dan rute perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur, termasuk Indonesia.[11]
4.      Adat istiadat
Orang Eropa Barat yang berada di Timur mengadopsi adat istiadat setempat, memandang diri mereka sebagai warga dari rumah baru mereka dan terjadi perkawinan campur. Selain ini juga Perang-perang Salib pada saat itu mempengaruhi sikap Gereja Barat terhadap peperangan; panggilan secara rutin untuk melangsungkan perang salib dikatakan membiasakan para klerus terhadap tindak kekerasan.
5.      Bidang militer.
Dunia barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya. Seperti penggunaan bahan-bahan eledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada militer di medan perang.
6.      Bidang perindustrian
Mereka menemukan kain tenun dan peralatannya di dunia Islam, kemudian membawa ke negerinya, seperti kain muslim, satin, dan damas. Mereka juga menemukan berbagai parfum, kemenyan, dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.
7.      Sistem pertanian.
Dunia barat baru mengenali pertanian dari negara timur (Islam), seperti model irigasi yang praktis, jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka ragam, termasuk menemukan gula.
8.      Hubungan perniagaan
Hubungan perniagaan dengan negara timur (Islam) menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai tukar barang, yang sebelumnya mereka menggunakan sistem barter.
9.      Ilmu astronomi.
Ilmu ini berkembang di abad ke-9 di dunia islam, yang mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia barat.






















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.     Sebab-sebab terjadinya perang salib adalah sebagai berikut:
a.       Perang salib terjadi karena adanya konflik lama antara Timur dengan Barat, dalam hal ini antara orang Islam dengan orang-orang Kristen.
b.      Yerussalem dan palestina berada dibawah kekuasaan turki, idak jarang para jemaah Kristen mendapat perlakuan yang tidak baik dan dirampok. Informasi mengenai perlakuan demikian cenderung berkembang dan secara berlebihan sehingga menimbulkan reaksi keras orang Kristen di seluruh dunia.
c.       Eropa Kristen ditandai dengan kekacauan feodalisme. Raja dan pangeran terlibat perang satu sama lain. Sehubungan dengan itu, orang Kristen dengan dukungan Paus berusaha memanfaatkan semangat perang internal agama menjadi perang antar agama-agama. Dalam hal ini semangat perang orang Kristen disalurkan untuk memerangi orang Islam.
2.      Perang salib terdiri dari 3 faktor, diantaranya adalah agama, politik dan Ambisi pribadi Paus Gregory VII.
3.      Perang salib dibagi menjadi tiga periode, diantaranya adalah :
a.       Perang salib periode 1 (Masa Penaklukan 1095-1144)
b.      Perang salib periode 2 (Masa timbulnya reaksi umat Islam 1144-1192)
c.      Perang Salib Periode III (1193-1291 M)
4.      Perang salib berpengaruh terhadap keuangan. Perang ini menghabiskan banyak anggaran karena terjadi berkali-kali. Paus urbanus II juga mencari bantuan dari beberapa orang yang dianggap mampu.
5.      Perang salib mempunyai beberapa pengaruh terhadap peradaban dan budaya, diantaranya adalah :
a.       Peran perempuan.
b.      Bidang seni
c.       Gerakan eksplorasi
d.      Adat istiadat
e.       Bidang  militer
f.       Bidang perindustrian.
g.      Sistem pertanian
h.      Hubungan perniagaan.
i.        Ilmu astronomi.





















DAFTAR PUSTAKA
Permana, Indra. Shalahuddin Al-Ayyubi Sang Legenda Perang Salib diakses pada tanggal 10 November 2016 dari http://indraazzikra.blogspot.co.id/p/salahudin-al-ayyubi-sang-legenda-perang.html Supriyadi, Dedi.2008.  Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia

Yatim, Badri.2001. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo

Sejarah perang salib, diakses dari www.perangsalib204.htm pada tanggal 10 November 2016
Diakses dari http://www.referensimakalah.com/2011/08/latar-belakang-dan-faktor-faktor_7856.html pada tanggal 10 November 2016
www.wikipediaPerangSalib.com diakses pada tanggal 10 November 2016

Dampak Perang Salib terhadap Dunia Islam diakses dari http://www.tongkronganislami.net/2016/04/dampak-perang-salib-terhadap-dunia-islam.html pada tanggal 10 November 2016



[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001), hal 76
[2] Sejarah perang salib, diakses dari www.perangsalib204.htm pada tanggal 10 November 2016
[3] Diakses dari http://www.referensimakalah.com/2011/08/latar-belakang-dan-faktor-faktor_7856.html pada tanggal 10 November 2016

[4] Diakses dari http://www.referensimakalah.com/2011/08/latar-belakang-dan-faktor-faktor_7856.html pada tanggal 10 November 2016

[5] Diakses dari http://www.referensimakalah.com/2011/08/latar-belakang-dan-faktor-faktor_7856.html pada tanggal 10 November 2016

[6] www.wikipediaPerangSalib.com diakses pada tanggal 10 November 2016
[7] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 173
[8] Indra Permana, Shalahuddin Al-Ayyubi Sang Legenda Perang Salib diakses pada tanggal 10 November 2016 dari http://indraazzikra.blogspot.co.id/p/salahudin-al-ayyubi-sang-legenda-perang.html
[9] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hal. 174
[10] www.wikipediaPerangSalib.com diakses pada tanggal 10 November 2016
[11] Dampak Perang Salib terhadap Dunia Islam diakses dari http://www.tongkronganislami.net/2016/04/dampak-perang-salib-terhadap-dunia-islam.html pada tanggal 10 November 2016

Posting Komentar untuk "PERANG SALIB"