Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

FILOSOFI PENDIDIKAN ATHIYAH AL-ABRASY



BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Dalam era perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, pendidikan agama semakin dibutuhkan oleh manusia, terutama pendidikan agama yang di harapkan makin memperkuat landasan spiritual, moral, etik dalam perkembangan zaman yang semakin modern, yang ditandai dengan kemajuan IPTEK dan informasi seperti zaman sekarang.

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam rangka membangun masa depan. Karena itu, pendidikan berperan mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar mampu mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamik. Salah satunya adalah Pendidikan agama, tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan tentang agama, tetapi yang lebih penting adalah menanamkan rasa cinta terhadap agama agar mereka mempunyai pola pikir yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama pendidikan agama, sehingga mereka mendapatkan keyakinan benar dalam agama serta mereka mampu untuk mengubah nilai dan sikap yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Pendidikan Agama merupakan mata pelajaran yang paling mendasar bagi setiap manusia dan dengan di masukkanya pelajaran Pendidikan Agama ini di dalam kurikulum di sekolah-sekolah dari SD sampai dengan Universitas,  konsep pendidikan islam,sebagai mana dalam Undang-Undang System Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 yang berbunyi “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya poteni peserta didik agar menjadi manusiayang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan banga”.
Athiyah Al-Abrasyi menjelaskan bahwa pendidikan agama islam adalah menanamkan akhlaq yang mulia, membiasakan mereka berpegang pada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela, berfikir secara rohaniyah dan insaniyah, serta menggunakan waktu buat belajar ilmu duniawi dan agama. Pendidikan Agama Islam pada jenjang Sekolah menengah Pertama (SMP) bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang ajaran-ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwakepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat berbangsa dan bernegara.
       Dengan demikian apabila siswa sudah mendapat pelajaran pendidikan agama islam, maka setidaknya sudah menjadi benteng bagi kehidupannya, akan tetapi pendidikan agama islam itu tidak hanya sekedar pemberian materi tapi diimbangi dengan pendampingan dalam pelaksanaan aplikasinya.

B.  TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Makalah ini dibuat bertujuan untuk:
a.    Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasy.
b.    Konsep Pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy.
c.    Kelebihan dan kekurangan konsep pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy.





















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasy.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abdul Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954-1970. Beliau adalah satu dari sederetan nama yang tidak boleh dilupakan oleh para cendekiawan Arab dan muslimin. Beliau adalah penulis tentang pendidikan keislaman dan pemikiran, umurnya yang mendekati 85 tahun akan selalu terasa pengaruhnya bagi generasi sesudahnya. Beliau dilahirkan pada awal April tahun 1897 dan wafat pada tanggal 17 Juli 1981.
Beliau memperoleh gelar diploma dari Universitas Darul Ulum tahun 1921, dan tahun 1924 beliau terbang ke Inggris, disana beliau mempelajari ilmu pendidikan, psikologi, sejarah pendidikan, kesehatan jiwa, bahasa Inggris berikut sastranya. Pada tahun 1927 beliau memperoleh gelar sarjana pendidikan dan psikologi dari universitas Ekstar, dan pada tahun 1930 beliau berhasil menggondol dua gelar sarjana bahasa, masing-masing adalah bahasa Suryani dari universitas kerajaan di London, dan bahasa Ibrani dari lembaga bahasa timur di London. Beliau sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan di Mesir dan terakhir menjadi guru besar fakultas Darul Ulum kairo Mesir.
Universitas Darul Ulum merekrut banyak mahasiswa dari Mesir maupun Eropa yang tinggal disana. Universitas tersebut mengajarkan Al-Qur’an, Hukum Islam, Satra Arab, Botani, Fisika, Astronomi, Mekanik, Arsitek, dan Kontruksi Rel.
Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasy hidup pada masa pemerintahan jamal Abdul Al-Nasr, sebagaimana hal itu dapat diketahui dari pernyataannya sendiri dalam kata pengantar bukunya: Al-Tarbiyah Al-Islamiyah (h.xiv). Jamal Abdul Nasr memerintah sejak 1954 hingga kematiannya pada tahun 1970 yang kemudian digantikan oleh presiden anwar sadat, jadi Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasy termasuk pakar pendidikan Islam modern.[1]

B. Konsep Pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy.
Muhammad Athiyah Al-Abrasy adalah seorang sarjana yang sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan, sehingga dari perjalanannya zaman ke zaman beliau mendefinisikan bahwa pendidikan adalah media untuk mempersiapkan individu atau pribadi agar dalam kehidupannya bisa tertata, dihadapi dengan sempurna, bahagia, cinta tanah air, kuat jasmani, sempurna akhlaknya, teratur dalam berfikir, mempunyai perasaan yang lembut, kompeten dalam bidang ilmu, berjiwa kekeluargaan, memperindah ungkapan pena dan lisannya dan memperanggun perilakunya.
Landasan pendidikan yang di percaya Al-Abrasyi adalah landasan iman. Iman adalah perasaan psikologis manusia terhadap sang penciptanya dan yang menciptakan islam.[2] Adapun beberapa hal yang dibawa oleh Muhammad Athiyah Al-Abrasy dalam dunia pendidikan adalah:
1.    Prinsip pendidikan
Prinsip pendidikan menurut Al-Abrasy adalah sebagai berikut:[3]
a.       Kebebasan dan demokrasi dalam pendidikan.
Setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan, anak kaya atau miskin semua berhak mendapatkan pendidikan di suatu lembaga. Metode pendidikan dan pengajaran dalam rangka pendidikan Islam sangat banyak terpengaruh oleh prinsip kebebasan dan demokrasi. Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar, sehingga terbukalah jalan yang mudah untuk belajar bagi semua orang. Pintu masjid dan institut terbuka bagi anak didik yang ada dalam masyarakat tanpa adanya perbedaan antara yang kaya dan yang miskin serta tinggi rendahnya kedudukan sosial anak didik dalam masyarakat. Oleh karena itu, didalam Islam tidak ada kelebihan antara orang Arab dengan yang bukan Arab, kecuali ketakwaannya. Sebagaimana firman allah SWT. yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.[4]
b.      Pembicaraan sesuai dengan tingkat intelektual.
Seorang pendidik harus menyajikan suatu pelajaran yang sesuai dengan peserta didiknya, agar mereka mampu memaksimalkan akal sesuai dengan kemapuannya.
c.       Pengaruh pembawaan dan insthink terhadap pilihan.
Islam sangat memperhatikan perbedaan-perbedaan individual antara anak-anak yaitu perbedaan yang timbul akibat perbedaan keturunan, pembawaan dan bakat dari si kecil. Hal ini terbukti dalam penyelidikan-penyelidikan ilmu jiwa, bahwa pengekangan terhadap kemarahan, penindasan atas hawa nafsu, ataupun penggecetan atas instink seorang anak, akan membahayakan terhadap dirinya. Cara terbaik agar kemarahan dan hawa nafsu terhadap anak dapat dijinakkan adalah dengan nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk yang baik.
d.      Kecintaan terhadap pengetahuan.
Setiap siswa yang cinta ilmu akan senang sekali belajar dan menggunakan seluruh waktunya untuk melakukan penelitian, mencernakan ilmu, bersemangat dalam menggali ilmu pengetahuan dan masalah-masalah ilmiah dan mempersiapkan pelajaran mereka buat keesokan harinya. Mereka menyerahkan seluruh kekuatan masa muda dan hidupnya untuk menuntut ilmu pengetahuan.
   Referensi lainna menyebutkan terkait prinsip pendidikan Al-Abrasy adalah :
a.       Pendidikan itu merupakan upaya untuk sampai pada kesempurnaan, atau mendekatinya.
b.      Pendidikan hendaknya bisa memanfaatkan karunia fitrah manusiayang dibawanya sejak bayi, lantas mengarahkannya dengan baik. Meremehkan hal ini termasuk meremehkan fitrahnya dan meremehkan daya atau potensi manusia.
c.       Mengutamakan pendidikan watak/tabiat dengan cara mendorongnya ke arah yang baik dan mendidik apa yang perlu dididik.
d.      Mengutamakan perhatian pada panca indra, jasmani, akal, perasaan, kesadaran, kehendak, aspek-aspek nilai.
e.       Mendayagunakan aktivitas yang ada pada anak sehingga karunia Allah yang diberikan kepadanya bisa bermanfaat seperti halnya pembawaan baik yang ada padanya mampu membawa manfaat.
f.       Memberikan kesempatan pada anak untuk berlatih, sehingga ia dapat memperoleh kebiasaan dan akhlak yang paling baik.[5]
Pada dasarnya cara untuk sampai pada pendidikan yang sejati adalah memanfaatkan pembawaan anak dengan memperhatikan pendidikan jasmani, akal, akhlak sosial, kesadaran, sikap, dan kebiasaan yang baik.
2.    Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Al-Abrasy adalah:[6]
a.       Jiwa pendidikan islam adalah budi pekerti.
b.      Memperhatikan agama dan dunia sekaligus.
c.       Memperhatikan segi-segi manfaat.
d.      Mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu itu saja.
e.       Pendidikan kejuruan, pertukangan, untuk mencari rizki.
Tujuan pendidikan islam adalah pembentukan moral yang tinggi. Mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan dan dapat disimpulakan bahwasanya tujuan pokok pendidikan adalah keutamaan.
3.    Kurikulum pendidikan Islam
Kurikulum merupakan perangkat yang disediakan untuk menyelenggarakan pendidikan di suatu lembaga agar proses dan output itu terarah sesuai dengan tujuan. Dalam pembuatan kurikulum, Muhammad Athiyah Al-Abrasy mempertimbangkan banyak hal, diantaranya adalah:
a.       Harus ada mata pelajaran yang ditujukan mendidik rohani atau hati. Ini berarti perlu diberikan mata pelajaran ketuhanan (aqidah). Maka dari itu, peserta didik diberikan pelajaran-pelajaran keagamaan dan ke-Tuhanan karena ilmu termulia ialah mengenai Tuhan serta sifat-sifat yang pantas pada Tuhan.
b.      Mata pelajaran harus ada yang berisi petunjuk dan tuntunan untuk menjalani cara hidup yang mulia, sempurna, seperti ilmu akhlak, hadits, fiqih, dan lain sebagainya.
c.       Mata pelajaran yang dipelajari oleh orang-orang Islam karena mata pelajaran tersebut mengandung kelezatan ilmiah dan kelezatan ideologi, yaitu apa oleh ahli-ahli pendidikan utama dewasa ini dinamakan menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri. Ilmu dipelajari untuk memenuhi rasa ingin tahu yang ada pada setiap manusia.
d.      Mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan. Dengan kata lain, ilmu itu harus terpakai.
e.       Pendidikan kejuruan, tekhnik dan industrialisasi untuk mencari penghidupan. Selain mengutamakan segi-segi kerohanian, keagamaan dan moral, pendidikan Islam tidak mengesampingkan pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk mempelajari subyek atau latihan-latihan kejuruan mengenai beberapa bidang pekerjaan, teknik, dan perindustrian setelah peserta didik selesai menghafal al-Qur’an dan pelajaran-pelajaran agama dengan maksud mempersiapkan peserta didik untuk mencari kebutuhan hidup.
f.       Mata pelajaran yang diberikan berguna dalam mempelajari ilmu lain, yang dimaksud adalah ilmu alat seperti bahasa dan semua cabangnya.[7]
Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan, adapaun 6 pertimbangan Al-Abrasy ini adalah agar pendidikan Islam bisa terealisasi adalah selain tiga aspek agama, akhlak dan ruhani adalah keterampilan lain yang mampu anak kembangkan sesuai dengan kemampuan akal, fikiran dan fisiknya.
Adapun orientasi pendidikan yang digagas oleh Al-Abrasyi mencakup tiga hal, diantaranya adalah:
a.    Child centered oriented
Siswa diberi kebebasan untuk mencari ilmu yang dia suka sampai puas, bergantung pula pada dirinya sendiri dalam mencari agar mereka mampu mendapat kebenaran yang mereka cari. Adapun tugas dari guru adalah menuntun mereka ketika mereka membutuhkan agar mereka merasakan senangnya belajar.
b.    Book centered oriented
pada orientasi ini, siswa sebelum belajar diharuskan membaca beberapa surat dalam Al-Quran meskipun mereka belum tahu makna dari apa yang telah dibaca tapi Al-Abrasyi beranggapan bahwasanya dengan membaca beberapa surat, mereka akan mendapatkan berkah, jiwa keagamaan dan jiwa yang saleh di dalam diri anak-anak yang mudah itu.
c.    Social demand
Orientasi ini memperhatikan tuntunan masyarakat yang tidak mengabaikan untuk mencari penghidupan dengan mempelajari berbagai bidang pekerjaan.
4.    Guru dan murid
Dalam pembelajaran guru dan murid adalah dua subjek yang mempunyai satu kesatuan yang mampu menjalankan sebuah proses pembelajaran. Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah:[8]
a.       Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata.
b.      Kebersihan guru.
c.       Ikhlas dalam pekerjaan.
d.      Suka pemaaf.
e.       Seorang guru adalah seorang bapak sebelum ia seorang guru.
f.       Harus mengetahui tabiat murid.
g.      Harus mengusai mata pelajaran.
Muhammad Athiyah Al-Abrasy mengemukakan 6 sifat tersebutlah yang mampu menjadikan guru bisa sebagai contoh yang baik, guru tidak hanya menguasai dan menstransfer ilmu saja tapi ada pada dirinya akhlak dan akidah yang baik. Dalam pembelajaran murid juga mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid, menurut M. Athiyah Al-Abrasy adalah sebagai berikut:
a.         Sebelum mulai belajar, siswa ituharus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar dan mengajar itu dianggap sebagai ibadat. Ibadat tidak sah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan Tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh.
b.        Dengan belajar itu ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah, mendekatkan diri kepada Allah bukanlah dengan maksud menonjolkan diri berbangga dan gagah-gagahan.
c.         Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah air, dengan tidak ragu-ragu bepergian ketempat-tempat yang paling jauh sekalipun bila dikehendaki demi untuk mendatangi guru.
d.        Jangan terlalu sering menukar guru, tetapi haruslah ia berfikir panjang dulu sebelum bertindak hendak mengganti guru.
e.         Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengagungkannya karena Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
f.         Jangan merepotkan guru dengan banyak pertanyaan, janganlah meletihkan dia untuk menjawab, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk di tempat duduknya, dan jangan mulai bicara kecuali setelah mendapat izin dari guru.
g.        Jangan membukakan rahasia kepada guru, jangan pula seorang penipu guru, jangan pula minta pada guru membukakan rahasia, diterima pernyataan maaf dari guru bila selip ldahnya.
h.        Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bertanggang siang malam untuk memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting.
i.          Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.
j.          Siswa haruslah terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya, mengurangi percakapan di hadapan guru, jangan mengatakan kepada guru “ si anu bilang begini lain dari yang bapak katakan” dan jangan pula ditanya kepada guru siapa teman duduknya.
k.        Hendaklah siswa itu tekun belajar, mengulangi pelajarannya di waktu senja dan menjelang shubuh. Waktu antara isya dan makan sahur itu adalah waktu yang penuh berkat.
l.          Bertekad untuk belajar sehingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang ilmu, tetapi hendaklah menganggapnya bahwa setiap ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantik dan filsafat.
Selain yang telah disebutkan di atas, menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi masih ada prinsip-prinsip penting mengenai pendidik dan peserta didik adalah sebagai berikut:
a.    Akhlak dan moral yang sempurna lebih berharga dari ilmu
b.    Pengagungan ilmu, ulama’ dan sarjana
c.     Perhatian yang cukup dalam mempererat hubungan pribadi.[9]
5.    Metode pendidikan Islam.
Metode pembelajaran yang dikemukakan oleh Muhammad Athiyah Al-Abrasy adalah:
a.   Metode Induktif (al-Istiqraiyah aw Al-Istinbathiyah)
b.  Metode Deduktif (Al-Qiyasiyah)
c.   Metode Periklanan (Al-Ikhbariyah) dan Metode Pertemuan (Al-Muhadharah)
Adapun metode lain dapat dilakukan dengan cara memasang iklan, pemberitahuan, pengumuman,brosur-brosur, berita-berita baik melalui televisi, radio maupun surat kabar, jurnal atau majalah. Metode ini dapat direalisasikan dengan menggunakan model-model sebagai berikut:
a.   Ceramah (Lecturing/al-mawidhah)
b.    Tulisan (Al-Kitabah)
c.    Metode Dialog (Hiwar)
Untuk merealisasikan metode dialog dapat digunakan model-model sebagai berikut:
a.         Tanya jawab (Al-As’ilah wa Ajwibah)
b.        Diskusi (Al-Niqasy)
c.         Bantah-bantahan (Al-Mujadalah)
d.        Brainstorming (Sumbang saran)
e.         Metode Koreksi dan Kritik (Al-Tanqibiyah)
f.         Metode Metafora (Al-Amtsal)
g.        Metode Permainan (Al-La’bu / Game)
h.        Metode Drill (Al-Tadrib wa Al-Muronah)
i.          Metode Kuliah (Muhadharah)[10]
C.  Kelebihan dan kekurangan konsep pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy.
1.    Kelebihan
a.       Pemikran pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasyi tentang pendidikan didasarkan kepada Nabi Muhammad Saw, karena beliau adalah tauladan bagi seluruh umat manusia.
b.      Iman sebagai landasan utama dalam menjalankan pendidikan Islam.
c.       Pemebekalan ilmu agama, akhlak dan ruhani sebelum mempelajari ilmu praktis yang dapat mempersiapkan seseorang untuk mencari penghidupanna dengan mempelajari beberapa bidang pekerjaan, dan industri.
d.     Berpikir bebas dan mandiri dalam belajar (Demokrasi).
e.      Sistem belajar individual.
f.       Memperhatikan perbedaan bakat dankemampuan anak didik dalam proses belajar mengajar.
g.      Berbicara (menyampaikan dan menjelaskan pelajaran) sesuai dengan kadar
h.      kemampuan daya tangkap akal pikiran anak didik yaitu akal seseorang itusama akan tetapi kemampuan seseorang berbeda sesuai dengan kemauanuntuk menjunjung tinggi martabat peserta didik tersebut.
i.        Kurikulum pendidikan meliputi kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrawi.
j.        Tujuh sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik agar mampu menghidangkan santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan pembenarannya.
k.      Muhammad Athiyah Al-Abrasyi berotrientasi pada book centered oriented, child centered oriented dan social demand tetap konsisten dengan nuansa etis dan agamis.
l.        Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menghendaki wawasan pendidikan berpusat pada anak didik dengan memperhatikan nilai-nilai, etika, moral dan norma yang harus dimiliki oleh peserta didik.
m.    Tidak membedakan gender dalam untuk mendapatkan hak belajar, karena belajar adalah suatu kewajiban agama yang diwajibkan oleh islam atas setiap muslim.
2.    Kekurangan
a.       Penjelasan arti dari surat-surat yang dibaca oleh siswa tidak menjadi penting. Disini sebaiknya tugas guru untuk tetap menjelaskan makna singkat atau umu dari surat yang dibaca agar mereka tahu.
b.      Kewajiban bagi anak untuk mempelajari Al-Quran, pokok bahasan dan setelah itu baru mempelajari ilmu umum atau raktis adalah sebuah kesenjangan. Pengenalan ilmu umum selain agama pada anak juga baik sejak dini yang bersangkutan dengan lingkungan anak.






BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Konsep Pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy masih relevan dengan tujuan pendidikan masa sekarang, karena tujuan yang dijunjung oleh Athiyah itu sesuai dan masih dipakai oleh masyarakat umum pada masa ini. Seperti, penanaman akhlak terhadap peserta didik, agar peserta didik tersebut mempunyai sikap yang sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang mendidiknya. Kehidupan dunia dan akhirat yang mana manusia sekarang sedang menghadapi kehidupan di dunia dan akan menjalani kehidupan di akhirat yaitu kehidupan dia akhirat merupakan hasil dari pekerjaan atau kelakuan di dunia, selain itu segi- segi mamfaat juga yang diperhatikan karena setiap sesuatu pasti ada mamfaatnya, ilmu beserta dzatnya, yangnmana ilmu ilmu itu banyak memberi mamfaat bagi kehidupan manusia dan itu tidak boleh diabaikan. Bekerja sesuai dengan bidangnya, agar orang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang diinginkannya tersebut.


















DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran: Al-Hujurat ayat 13

Al-Abrasy , M. Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bontang.

Assegaf , Abdur Rachman, Prof. Dr. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Ihwanul Muttaqin, Pemikiran Pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy, https://ihwan87.wordpress.com/2012/03/30/pemikiran-pendidikan-prof-dr-m-athiyah-al-abrasyi/ diakses pada tanggal 27 Oktober 2016.



[1] Prof. Dr. Abdur Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2013), 192)
[2] Prof. Dr. Abdur Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam ......., 199)

[3] Ihwanul Muttaqin, Pemikiran Pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy, https://ihwan87.wordpress.com/2012/03/30/pemikiran-pendidikan-prof-dr-m-athiyah-al-abrasyi/ diakses pada tanggal 27 Oktober 2016.
[4] Al-Hujurat ayat 13
[5] Prof. Dr. Abdur Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam ......., 199
[6] M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bontang, 1970), 1
[7] Prof. Dr. Abdur Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam ......., 199
[8] M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bontang, 1970),137
[9] Ihwanul Muttaqin, Pemikiran Pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy, https://ihwan87.wordpress.com/2012/03/30/pemikiran-pendidikan-prof-dr-m-athiyah-al-abrasyi/ diakses pada tanggal 27 Oktober 2016.

[10] Ihwanul Muttaqin, Pemikiran Pendidikan Muhammad Athiyah Al-Abrasy, https://ihwan87.wordpress.com/2012/03/30/pemikiran-pendidikan-prof-dr-m-athiyah-al-abrasyi/ diakses pada tanggal 27 Oktober 2016.

Posting Komentar untuk "FILOSOFI PENDIDIKAN ATHIYAH AL-ABRASY"