Berteman dengan Kegagalan (2)
Gambar 1 : Berteman dengan Kegagalan 2/silviavird.blogspot.com
Sejak itu sampai lulus Alina fokus dengan
studi magisternya, sejak kelulusannya ada seorang laki-laki yang meminta kepada
Ayahnya, dia adalah teman Alina ketika kuliah S1 di Kesehatan Masyarakat
Universitas Brawijaya Malang. Dia seorang pegawai bekerja di Rumah Sakit Umum
UMM Malang. Dia sudah sangat kenal Alina sejak S1, oleh karena itu dia
memberanikan diri untuk memintanya ketika Alina sudah menyelesaikan S2nya.
Mereka sudah menentukan tanggal pernikahan, Alina juga membawa undangan pernikahan untuk kami.
Pertemanan dengan Raihanah Balmaya
Temanku yang ketiga, Raihanan Balmaya. Nama
panggilannya adalah Aya. Dia adalah anak gais terakhir dari Timur Jawa yaitu
Banyuwangi. Dia merantau sejak SMA di Kota Batu. Dia mengenyam pendidikan
SMAnya di Pondok Pesantren Al-Izzah, orang tuanya ingin dia belajar mandiri
kemudian memberikan pilihan tempat untuknya, dia memilih Batu sebagai tempat
belajar. Jenjang kuliah dia memilih Teknik Lingkungan ITS, besar keinginannya
untuk berpindah kota untuk merasakan aose yang berbeda setiap belajarnya.
4 tahun belajar di strata 1 dia lalui dengan sangat lancar dan tanpa hambatan, dia bukan anak yang pintar dan rajin, tapi dia mencari celah waktu belajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Dia ingin sekali melanjutkan kuliah ke luar negeri, sejak kelulusannya itu dia sangat bersungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk memenuhi administrasi. Dia sangat ingin mendapatkan beasiswa LPDP atau Beasiswa Unggul, keduanya dipersiapkan dengan sangat baik, mulai dari Motivation Letter, TOEFL, LOA, dan mencari info negara tujuan.
Satu tahun cukup panjang untuk mempersiapkan
segala administrasi sembari menunggu informasi pembukaan penerimaan Awardee
LPDP. Waktu yang ditunggu tiba, dia antusias untuk segera mendaftar di hari
itu juga, persyaratan terpenuhi dan terkirim. Waktu pengumuman kelolosan tahap
1 tiba, dia dinyatakan lolos untuk ke tahap dua yaitu tes TPA. Tes dilaksanakan
satu pekan setelah itu. Satu pekan itu dia berusaha untuk belajar sebaik
mungkin, dan tak lupa memperbanyak ibadah sunnah, berdoa dan meminta doa kepada
kedua orang tua, keluarga dan kerabat.
Waktu tes tiba, dia mengerjakan dengan serius
dan fokus. Dia berserah diri, jika memang ini rezeki maka beasiswa ini akan
menjadi miliknya. Jika tidak, maka harus jatuh ke tangan teman-teman peserta
yang lain. Satu pekan setelahnya Aya dinyatakan lolos ke tahap selanjutnya,
betapa bahagia sekali dia. Tingal satu pintu lagi kesempatan ini ditangan. Tes
wawancara dilalui dengan sangat lancar, karena Aya sudah sangat persiapan
dengan baik sebelumnya, tidak ada aral melintang selama perjalanan tes ini,
Allah lancarkan semuanya.
Sampailah pada pengumuman tahap akhir, tidak
disangka ternyata Aya tidak lolos di tahap ini beda tipis dengan poin diatasnya.
Dia sangat kecewa luar biasa, dia tidak menyangka kalau hanya sampai sini saja.
Padahal LOA sudah ditangan, tapi bagaimana lagi kalau Allah belum menghendaki
Kunnya untuknya hari itu. Dia tidak mungkin berangkat tanpa beasiswa, uang
tabungan tidaak cukup untuk tiket pesawat, bagaimana dengan kebutuhan lainnya.
Orang tua juga saat ini tidak bisa membiayai untuk studi keluar, mereka mampu
membiayai untuk studi di Indonesia saja.
Pikiran kesana kemari yang sangat
membingungkan, kemana ini kaki dilangkahkan kembali, bekerja, kuliah atau
kembali ke Banyuwangi saja. Teman-teman dekatnya termasuk kami yang mendapat
kabar menyarankan untuk pulang beberapa hari ke Banyuwangi, mungkin dengan itu
Aya akan mendapat semangat baru dari kegagalan ini. Dia memeutuskan untuk
pulang, di halaman rumahnya dia mencoba melupakan hngar bingar Negara Tujuan
yang harusnya sudah bisa mulai mengikuti pembelajaran 4 bulan lagi. Orang
tuanya tidak putus-putus menasehatinya untuk tetap mengambil kesempatan lainnya
nanti, mungkin saat ini ada hal lain yang akan Allah berikan untuknya.
Pertemuan dengan Hasan
Teman kecilnya Aya datang ke rumah, sekedar
silaturrahim karena sudah lama tidak bertemu. Namanya Hasan, dia telah
menelesaikan studinya di ITB bersamaan dengan Aya. Dia menanyakan kabar dan
rencana studi lanjutnya. Ternyata, Hasan ketrima di Negara yang diinginkan Aya,
dia berusaha tidak bersedih lagi dan menunjukkan kalau biasa-biasa saja sembari
belajar menerima kegagalan.
Hasan terkejut jika mereka memillih Negara
yang sama, tapi Aya tidak keterima. Hasan meminta maaf, tidak bermaksud untuk
semakin membebani dia. Maksud dia kemari adalah untuk mengobrolkan niat baik
Hasan untuk menjadikannya seorang istri. Aya sangat kaget, kaget sekagetnya,
dia hanya sekali dua kali menayakan kabar atau tentang studi. Ya sekedar itu
saja tidak lebih, mungkin ini yang Allah maksud, tapi kenapa dia tidak ketrima,
seharusnya kalau dia lolos bisa bersama-sama studi ke luar Negeri.
Permintaan Hasan berlanjut pada pertemuan keluarga, pihak keluarga Hasan
ingin jika pernikahan digelar sebelum keberangkatan Hasan. Aya tidak menyangka
jika pernikahanlah yang menjadi jawaban dari kegagalan beasiswa LPDP.
Pernikahan digelar satu bulan sebelum keberangkatan Hasan ke Hamburg. 3 minggu
sebelum keberangkatan, keluarga Hasan menawarkan jika Aya tetap ikut ke
Hamburg, sayang jika LOA itu tidak dipakai karena tidak semua dapat kesempatan
itu. Kedua orang tua sepakat dengan keputusan itu, masalah biaya awal dua
keluarga bisa memenuhi, dan untuk kelanjutannya Hasan akan membantu Aya untuk
mencari beasiswa.
Studi Master yang cukup ditempuh 1,5-2 Tahun
ini memang ditekuni dengan baik, Hasan tidak ingin berhutang kepada Negara,
begitupun dengan Aya. Aya tidak mau mengecewakan kedua keluarga. Aya sangat
bersyukur, Allah memberikan lika-liku ujian hati yang ternyata ada jawaban lain
dengan melakukan salah satu sunnahnya. Rasanya Allah gagalkan Aya, karena tidak
mau pergi ke luar negeri sendiri tapi bersama dengan suaminya. Saat ini
keduanya sudah di Indonesia, bekerja sebagai akademisi di salah satu Unversitas
di Jawa Timur.
Pertemanan dengan Maryam Hafshah
Temanku yang ke-4, dia adalah Maryam Hafshah. Dia adalah mahasiswa Pascasarjana
Universitas Indonesia jurusan Sastra Arab. Dia sangat suka dengan bahasa arab,
bukan lulusan pesantren. Jadi, karena itu dia sangat ingin mendalami di jenjang
studi lanjutnya. Maryam saat ini seang libur semester, sehingga dia memilih
untuk pulang ke Surabaya.
Bahasa arab yang dipelajari memang menjadi hal
baru sejak kuliah Strata 1 beberapa tahun lalu di Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya, karena rasa penasaran yang tinggi dia masih bersikukuh
untuk melanjutkan kuliah ke Universitas lain. Dia tidak ingin melanjutkan di
Universitas Islam karena ingin tahu sudut pandang dan cara belajar di
universitas umum.
Perjalannya untuk bisa diterima di Universitas
Indonesia memang tidak mudah, banyak sekali rintangan dan halagan dari satu
syarat ke akurat lain. Dia menyiapkan sampai 2 tahun untuk bisa kesana.
Keluarga sudah menyarankan untuk kuliah di Surabaya saja tapi dia menolak,
sempat beberapa keluarga mengejeknya karena terlalu tinggi untuk bisa mencapai
UI. Orang tua tetap mendukung pilihan Maryam asalkan itu baik dan tidak
menyalahi aturan.
Dua tahun berlalu, ternyata dia diterima di
UI. Kesempatan itu sangatlah luar biasa baginya dimana dia bisa melanjutkan di
Universitas Impiannya. Saat ini dia menjalani semester terakhir, dan menyusun
Tesis.
Pertemuan ini menyadarkanku bahwasanya
teman-temanku yang terlihat sukses-sukses ini juga pernah merasakan yang
namanya “Kegagalan”, kegagalan yang tidak sama memang, tapi yang namanya gagal itu
sakit. Ujian hati yang dapat sembuh dengan cara yang dilakukan oleh yang
merasakan. Aku mengira bahwasanya kegagalan hana milikku yang beberapa tahun
lalu sudah mengajarkan untuk tegar, dimana aku tidak diterima di beberapa
Universitas yang aku impikan. Beberapa tahun terakhir ini juga Allah kangen
denganku, dimana aku merasa ada beberapa kegagalan yang membuatku merasa sangat
malu luar biasa.
Allah memang maha baik, disaat Allah memberi
kelancaran belajar S2 dan kesempatan ke Malaysia waktu lalu harus dibalikkan
untuk menerima kepedihan dari sebuah impian. Mengikuti tes penerimaan Dosen
yang ternyata belum rezeki sampai saat ini. Proses demi proses tes seleksi aku
ikuti sebagai wujud ikhtiar dan latihan.
![]() |
Gambar : Berteman dengan Kegagalan 2/silviavird.blogspot.com |
Kegagalan adalah awal keberhasilan, sebuah
pepatah ada yang mengatakan begitu, tidak ada salahnya. Kita tetep harus
percaya bahwa orang-orang sukses pernah mengalami ratusan kegagalan yang luar biasa. Aku suka
mengikuti seorang Doktor Muda, muslimah, dan Ibu Rumah Tangga yang terlihat di
media sosialnya sangat cerdas, mempunyai karir studi yang bagus ternyata duu
pernah gagal berkali-kali saat ingin mendaftar kuliah ke luar Negeri. Ini
sebagai bukti bahwa kegagalan bukan untuk melemahkan dan menghentikan,
kegagalan laksana pelecut untuk selalu bersemangat menggapai apa yang
diinginkan.
Posting Komentar untuk "Berteman dengan Kegagalan (2)"