Lapar Mata
Hari itu, hari Sabtu yang kebetulan kami berencana mengunjungi bibi di rumah sakit persahabatan Jakarta Timur. Kami memilih naik motor saja karena sepertinya lebih leluasa daripada transportasi umum karena harus berpindah-pindah alat transportasi. Saat itu, nekat saja ke rumah sakit boleh atau tidak boleh masuk. Ternyata boleh masuk dengan melobi satpam. Alhamdulillah.
Saat dirasa cukup, kami memutuskan untuk pamit. Saat mulai keluar dari area rumah sakit. Rasanya lapar, apa jajan ringan apa makan berat sekalian sudah berputar-putar di kepala, karena rasanya perjalanan dari Jakarta Timur ke Ciputat lumayan jauh.
Akhirnya kami memutuskan untuk makan siang sekalian. Deretan tempat makan di sekitaran jalan dari rumah sakit lumayan membingungkan. Pilihan sampailah di salah satu tempat, mulailah kami memilih menu. Beberapa menit kemudian, akhirnya memilih paket untuk tiga orang karena diharga lumayan daripada pilih menu yang berbeda. Alasan lain, rasa-rasanya akan habis karena lapar.
kami nikmati, habislah setiap orang satu piring. Masih ada satu piring nasi, rasanya sudah mulai lumayan kenyang. Kami bagi, dan makan pelan-pelan agar habis. Ternyata lauknya masih tersisa sedikit. Pilihan terakhir ya minta bungkus untuk dibawa pulang.
Es teh tawar memang obat di saat panas melanda, rasanya tiga gelas bisalah buat berdua. Satu setengah tiap orang, ternyata bayangan itu cuma mata yang lapar, sejatinya perut cuma butuh asupan kalau sudah merasa kenyang ya sudah. Sisa 3/4 gelas akhirnya kami minta untuk dibungkus dijadikan satu dengan lebihan makanan.
Ternyata lapar mata itu sungguh godaan yang amat berat. Seenak apapun makanan terlihat, kalau sudah sebagian masuk perut dan perut sudah merasa cukup ya sudah, makanan yang lebih akan terasa biasa-biasa saja. Mungkin lebihan makanan itu bisa kita konsumsi nanti masih enak, Alhamdulillah. Jika kebalikannya, pasti cuma dapat rasa menyesal.
Posting Komentar untuk "Lapar Mata"